Senin, 26 Mei 2008

Apa Kabar Blue Energy Made in Indonesia

DI resepsi pernikahan seorang teman, awal Januari lalu, saya bertemu Heru Lelono, pendiri Gerakan Indonesia Bersatu (GIB) yang kini juga bertugas sebagai staf khusus Presiden SBY untuk urusan otonomi daerah.

Terakhir saya bertemu Heru di kantornya, di kawasan Kebayoran Baru, beberapa bulan sebelum saya meninggalkan Jakarta. Saat itu saya datang menitipkan surat untuk SBY dalam kapasitas SBY sebagai ketua Dewan Pembina Partai Demokrat.

Surat itu saya kirim karena seorang pengurus pusat Partai Demokrat mengancam akan “membantai” seorang wartawan myRMnews. Dalam ancaman yang disampaikan lewat telepon, si pesohor ini mengatakan akan memotong leher wartawan kami, membunuhnya tanpa mengeluarkan darah sedikitpun.

Ancaman serupa juga disampaikan si pengurus pusat Partai Demokrat itu kepada jurnalis dari media lain.

Si pesohor dari Partai Demokrat ini marah. Sebabnya, salah seorang anggota DPR, juga dari Partai Demokrat, mengkritik dirinya karena membawa-bawa nama partai mereka untuk urusan pribadi.

Si anggota DPR dari Partai Demokrat itu, yang juga seorang pesohor, khawatir manuver temannya ini akan membuat nama partai mereka tercoreng. Bisa jadi publik menilai, Partai Demokrat berada di balik—atau setidaknya menikmati—kasus yang sedang menimpa salah seorang petinggi partai tetangga.

Nah, ketika wartawan myRMnews mencoba untuk menanyakan kembali kepada dirinya, apakah ia menerima atau tidak permintaan itu, si pengurus pusat Partai Demokrat itu marah-marah dan mengeluarkan ancaman seperti yang sudah dituliskan di atas tadi.

Saya menulis surat kepada Ketua Umum Partai Demokrat Hadi Utomo. Saya berharap pimpinan Partai Demokrat mau menegur anggotanya. Surat yang sama juga saya tembuskan kepada SBY. Selain karena SBY adalah ketua Dewan Penasihat partai itu, juga karena si pengurus pusat Partai Demokrat yang berulah ini sering memberi kesan—bahkan menyampaikan pengakuan—bahwa dirinya punya hubungan dekat dengan SBY.

That’s it. Tetapi bukan itu yang mau saya ceritakan.

Kembali kepada pertemuan dengan Heru Lelono. Tersenyum ia menjabat tangan saya. “Lho kok di Jakarta, Mas? Sudah selesai kuliahnya,” kata Heru.

“Belum Mas. Ini lagi libur,” jawab saya.

Lalu kami ngobrol ngalor ngidul kesana kemari, sampai saya teringat satu hal yang ingin saya tanyakan sejak beberapa waktu lalu: blue energy made in Indonesia.

“Mas, bagaimana cerita bahan bakar dari air itu? Seru betul kelihatannya. Benar gak sih?” saya bertanya lugu.

“Betul itu Mas. Memang orang kalau belum lihat, sulit percaya. Tetapi itu betul. Saya sudah lihat sendiri, dan mencoba sendiri. Mobil saya sekarang ini pakai bahan bakar itu,” begitu kira-kira jawabnya.

“Benar Mas, Presiden juga sudah menguji asap knalpot sambil jongkok?” saya tanya lagi.

“Benar. Makanya Presiden juga percaya, dan di-endorse di Konferensi Climate Change di Bali,” jawab Heru.

“Tapi kok sepi lagi, Mas, ceritanya. Kenapa gak diteruskan kampanyenya, supaya publik tahu kalau di jaman sulit begini ada alternatif energi yang ramah lingkungan, dan kita bisa beralih menggunakannya?” saya semakin tertarik. Maklum, gini-gini saya peduli juga dengan keberlangsungan hidup semua makhluk di atas muka bumi.

“Kalau itu nanti Mas. Sedang kami sempurnakan. Tunggu saja bulan April nanti,” jawab Heru.

Sebuah mobil berbadan besar yang masih gres datang. Itu mobil Heru. “Nah, mobil saya ini yang sekarang memakai bahan bakar itu,” ujar Heru yakin.

Heru tak bisa berlama-lama karena harus menghadiri resepsi pernikahan berikutnya. Setelah kami berjabat tangan, dia berjalan ke arah mobil berwarna biru tua itu.

Wah, bakal dahsyat nih Indonesia. Pikir saya.

Akhir bulan November 2007 Heru Lelono bikin berita. Dia memfasilitasi seorang penemu bahan bakar ramah lingkungan asal Nganjuk, Jawa Timur, Joko Suprapto. Menjelang penyelenggaraan the UN Framework Conference on Climate Change di Bali, Heru Lelono dan timnya menguji bahan bakar temuan Joko. Mereka konvoi dari kediamaan SBY di Cikeas, Bogor, menuju Nusa Dua, Bali, tempat konferensi digelar pertengahan Desember.

“Luar biasa. Ini mobil Mazda Six punya Patwal Mabes (Polri) yang bisa berkecepatan 240 kilometer per jam ini kami coba lari 180 kilometer per jam tanpa ada persoalan. Jadi, moga-moga apa yang kita uji coba ini benar-benar bermanfaat. Insya Allah,” ujar Heru seperti dikutip Jawa Pos, begitu turun dari Ford Ranger B 9648 TJ.

Ketika itu Heru dan timnya telah tiba di Nganjuk, kampung halaman Joko, si penemu blue energy.

Bahan bakar dari air hasil penelitian Joko selama belasan tahun itu, menurut Heru, sangat irit. Satu liter dapat digunakan untuk 15 kilometer. Mesin kendaraan juga sama sekali tidak perlu dimodifikasi.

“Sudah dicoba sendiri oleh Bapak Presiden. Beliau kemarin sempat duduk di belakang knalpot bus ini sambil menciumi asapnya. Paspampres (pasukan pengamanan presiden) sempat kerepotan takut Presiden karacunan, tapi tidak. Coba saja,” ujar Heru lagi.

Jawa Pos melaporkan, Wakil Bupati Nganjuk Djaelani Ishaq yang ikut menyambut rombongan Heru, memberanikan diri mencium asap yang keluar dari knalpot bus yang membawa rombongan. Sambil berkali-kali menggelengkan kepala, Djaelani berkata, “Sama sekali tidak ada baunya.”

Adapun Joko dalam keterangannya mengatakan, prinsip kerja bahan bakar temuannya ini diperoleh dengan mengurai molekul air, yakni hidrogen dan oksigen. Tetapi tentu saja, ada katalis dan proses kimia lain yang dilakukan sampai tercipta bahan bakar dengan rangkaian karbon tertentu. Dan hasilnya, tingkat emisi bahan bakar ini sangat rendah. Joko juga mengatakan dirinya terinspirasi oleh ayat-ayat Al Quran.

Pada bagian akhir, Joko pun mengatakan, bahan bakar buatannya ini menggunakan air laut. Sebenarnya dari air tanah pun bisa. Tetapi kasihan masyarakat kalau ribuan atau mungkin jutaan kubik air tanah digunakan untuk keperluan bahan bakar ini.

Setelah SBY mempromosikan bahan bakar temuan Joko itu di arena Konferensi, sementara kalangan meragukan bahwa bahan yang digunakan adalah plain water.

Reuters, misalnya, menulis bahwa bahan dasar untuk membuat bahan bakar ini diperoleh dari cairan yang dipompa dari kedalaman perut bumi. Cairan ini tentu saja memiliki unsur hidrogen. “But it’s clearly not plain water.”

http://teguhtimur.com/2008/02/10/
apaka-kabar-blue-energy-made-in-indonesia/

Tidak ada komentar: